Tuesday, August 4, 2015

Depresi: Refleksi Hari Kesehatan Jiwa

Gangguan kesehatan mental atau yang lebih dikenal dengan istilah Depresi, menurut WHO telah mempengaruhi hampir 350 juta orang di dunia setiap tahunnya. Saat ini depresi hampir menyerang semua umur dan disemua kalangan masyarakat. Meskipun sekarang dikenal pengobatan terhadap penyakit gangguan mental atau depresi, tapi akses terhadap pelayanan kesehatan tersebut masih kurang. Data dari WHO menyebutkan saat ini kurang dari 10% masyarakat yang mengalami depresi mendapatkan pelayanan yang benar.

Tahun ini badan kesehatan dunia WHO mengambil tema “Depression : A Global Crisis” sebagai tema utama dalam Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 10 Oktober. Pilihan akan tema ini tentunya didasarkan pada kondisi yang telah disebutkan di atas. Betapa banyak orang di dunia ini yang mengalami depresi dan banyak di antara mereka tidak mendapatkan pengobatan yang layak. Bahkan WHO pada tahun 2020 memprediksikan bahwa depresi akan menjadi penyakit yang membebani masyarakat global nomor dua setelah penyakit jantung dan pembuluh darah. Proyeksi ini menjukkan bahwa di masa mendatang, gangguan jiwa sangat besar pengaruhnya terhadap disabilitas atau kelumpuhan, dalam arti para pengidapnya menjadi tidak produktif. Salah satunya adalah tuntutan gaya hidup yang semakin berat di zaman moderen.

Depresi sendiri adalah gangguan suasana perasaan yang banyak terjadi di berbagai lapisan masyarakat. Risiko ini semakin besar pada penderita gangguan medis terutama gangguan medis kronis seperti kanker, kencing manis, stroke dan gangguan reumatik. Gejala yang sering dialami adalah suasana perasaan yang menurun atau depresif, tidak bergairah melakukan sesuatu, kelelahan fisik dan rasa putus asa. Penderita juga sering mengalami gangguan konsentrasi, kesulitan tidur dan nafsu makan yang berubah. 

Sebuah penelitian terbaru (2007-2011) mengungkapkan bahwa ada perbedaan respon yang terjadi pada pria dan perempuan atas pekerjaan yang dijalaninya. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Kanada mengatakan bahwa perempuan akan merasakan bentuk gangguan depresi saat pekerjaan mereka tidak dihargai dibandingkan dengan pria. Lain halnya dengan beban pekerjaan, tingginya beban kerja justru akan meningkatkan depresi bagi pria, namun tidak dengan perempuan. Konflik dalam sebuah keluarga dan pekerjaan juga mampu memberikan pengaruh risiko mengalami depresi. Yang berbeda adalah pria mengalami depresi saat konflik keluarga masuk dalam dunia kerja mereka, sedangkan perempuan akan mengalami depresi saat konflik pekerjaan masuk dalam kehidupan keluarga.

Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam American Journal of Epidemiology ini menjelaskan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa prestasi kerja berperan besar pada identitas pria dibandingkan pada perempuan. Rasa takut akan kehilangan pekerjaan juga dapat meningkatkan gangguan depresi. Para peneliti menekankan bahwa gangguan depresi bisa mempengaruhi prestasi kerja. “Pengusaha harus memantau besarnya faktor, seperti ketegangan dalam pekerjaan, untuk mencegah terjadinya hal negatif pada karyawan mereka,” ujar Wang, yang juga seorang profesor di Departemen Psikiatri dan Komunitas Ilmu Kesehatan University of Calgary di Alberta, Kanada.

Dengan hasil tersebut, terlihat jelas bahwa depresi dapat menyerang siapa saja. Walaupun pria dan perempuan mengatasi depresi dengan cara yang berbeda, yang terpenting adalah risiko tersebut tidak mudah melanda Anda.