Tuesday, August 4, 2015

Embun dan Teratai

Dikisahkan di sebuah kolam yang airnya berlumpur, tumbuh pohon teratai muda dengan beberapa helai daunnya yang hijau dan kuncup serta sekuntum bunga yang berwarna merah di atasnya. Saat malam mulai meninggalkan peraduan, angin dingin menghembus perlahan membawa halimun dan kemudian berubah menjadi tetes-tetes embun yang melekat di antara daun-daun teratai.
Suatu hari, ketika daun teratai membuka mata pada pagi yang cukup dingin, dia merasa takjub dengan alam sekitarnya. Tiba-tiba si daun teratai tersadar, di atas tubuh hijau daunnya ada setitik embun yang begitu lembut dan bening.
Dengan ceria disapanya si embun “Hai kamu, engkau siapa? Dari mana datangmu dan bagaimana bisa tiba-tiba berada di atas punggungku?” Si embun pun menjawab, Aku biasa dinamakan embun. Saat menjelang pagi, di alam semesta ini ada uap air yang terbawa hembusan angin dingin yang kemudian menciptakan titik air. Inilah yang menjadikan diriku seperti ini.”
“Wah, aku senang sekali bisa berteman dan berbicara denganmu,” kata si daun teratai.
“Tapi maaf teman baruku. Bila sebentar lagi matahari mulai bersinar, aku pun harus pergi. Sebab, begitulah sifat alam. Embun di pagi hari akan segera menguap bila tertimpa sinar matahari,” kata embun kepada daun teratai.
Si daun yang merasa mendapat teman baru memohon kepada embun “Tolong tetaplah disini, jangan pergi.” Namun, seperti yang dikatakan embun, saat matahari menyinari bumi dengan kehangatannya, embun itu pun segera berlalu dari tubuh daun teratai.
Keesokan harinya, saat daun teratai kembali memulai hari, dia begitu gembira. Rupanya, ia melihat embun kembali berada di punggungnya.  Dia pun menyapa riang embun itu, “Hai sobat, kita berjumpa lagi!”
Tapi embun berkata, ”Hai juga! Aku embun baru. Kita belum saling kenal.”
“Lho bukankah kamu embun yang kemarin?”
“Bukan. Aku embun hari ini, Aku tidak ada kaitannya dengan embun yang kemarin.”
Daun teratai amat heran. Tapi belum sempat teratai bertanya lebih jauh, embun itu pun segera menguap kembali saat tertimpa sinar matahari.
Peristiwa serupa terjadi dari hari ke hari dan setiap hari daun teratai tetap tidak mengerti, mengapa embun yang sama bentuknya, selalu tidak mengakui dirinya sebagai embun yang kemarin. Maka, hari-hari pun berlalu terus hingga berganti bulan. Si daun teratai pun berumur semakin tua. Akhirnya, ia pun mulai terkoyak dan selanjutnya menguning. Kini saatnya ia tergantikan oleh tunas daun teratai yang baru.
Sama seperti daun teratai dan tetes embun, setiap hari yang kita punyai seolah sama persis seperti hari-hari kemarin yang telah kita lalui. Sesungguhnya, setiap hari adalah hari yang baru, hari yang penuh dengan kesempatan baru. Hari yang kita nikmati setiap hari sebagai suatu harapan yang menggairahkan.
Hari baru, yang patut kita syukuri sekaligus saatnya kita memperbaiki diri dengan meningkatkan kualitas dan kapasitas kemampuan, dengan mengisi hari agar jauh lebih berarti. Jangan biarkan hari ini hanya menguap begitu saja tanpa arti. Jadikan hari ini laksana embun-embun indah yang menghiasi teratai, yang meski akan menghilang, kehadirannya telah membawa nilai keindahan sendiri.