Emosi, satu kata ini adalah hal yang paling sulit untuk dikendalikan, karena menyangkut perasaan. Terus terang, saya sendiri belum pernah berhasil dengan baik menyembunyikan raut wajah kalau sedang marah, pasti kelihatan walaupun hanya sekejap. Biasanya jika sedang marah, saya mencoba duduk dan menarik nafas dalam-dalam hingga hitungan kesepuluh, seandainya belum reda juga, saya ambil wudhu. Kalau saya tetap berdiri, sepertinya akan lebih mudah untuk ‘meledak’. Manfaat yang saya peroleh dari meredakan kemarahan itu ada dua yaitu menjadi realistis dan mau memaafkan.
Bicara soal realistis dan memaafkan, saya jadi ingat suatu peristiwa di jalanan. Waktu itu ada kenek metromini yang mencoba mengatur pengendara motor agar metromini bisa masuk ke jalur yang benar. "Hei..sabar donk...tahu lagi macet begini kok ga mau sabar,” bentak kenek metromini tersebut kepada seorang pengendara motor. Sejenak saya tertegun, percakapan tadi terlihat bertolak belakang dengan situasi di jalanan. Mengapa kenek metromini yang terlihat marah dan ingin mengatur padahal jelas-jelas posisi kendaraannya berada di jalur yang salah. Situasi ini bisa memancing emosi hingga memicu amarah, akan tetapi jika kita memahami mengapa dia bersikap seperti itu maka kita akan ikhlas untuk memaafkan.
Bentuk pengendalian diri bergantung pada seberapa besarkah tingkat keimanan seseorang dan salah satunya bisa diterapkan dengan cara berpuasa. Di bulan puasa ini, seharusnya bukan hanya menahan rasa lapar atau pun haus yang harus kita lakukan tetapi komitmen kita untuk mengendalikan diri secara luas.
Salah satu contoh hadis Nabi yang memerintahkan kita untuk mengendalikan diri adalah sebagai berikut: ”Tidaklah berpuasa itu menahan diri dari makan dan minum, tetapi berpuasa itu adalah menahan diri dari perbuatan kosong dan perkataan keji. Maka jika kau dicaci orang atau diperbodohnya, hendaklah katakan: ’Saya berpuasa, saya berpuasa’.” (HR Ibnu Khuzaimah). Dalam hadis di atas sangat jelas digarisbawahi bahwa salah satu maksud penting aktivitas puasa kita adalah menahan diri atau mengendalikan diri dari perkataan keji.
Dalam riset ilmiah yang dilakukan oleh pengkaji psikologi Islami, diketahui bahwa puasa membantu seseorang memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri. Hasil penelitian Akhmad Ghozali (2004) dari Universitas Islam Indonesia menunjukkan dukungannya terhadap pernyataan di atas. Ghozali menemukan intensitas berpuasa sunnah memiliki korelasi dengan kendali diri mahasiswa. Semakin intens berpuasa sunnah, semakin tinggi kendali dirinya. Lalu, bagaimana dengan kendali diri orang yang berpuasa wajib? Dengan menggunakan logika sederhana kita dapat mengatakan: puasa sunnah saja dapat meningkatkan kendali diri seseorang, lebih-lebih puasa wajib di bulan ramadhan. Dalam puasa wajib, seseorang dilatih mengendalikan diri setiap hari. Intensitas melatih diri yang lebih tinggi dalam puasa wajib dapat memberikan efek yang lebih optimal dalam meningkatkan kemampuan seseorang mengendalikan diri sendiri.
Saat berpuasa, kita harus mampu menjaga agar semua pembicaraannya benar, mendengar dan melihat hal-hal yang baik, mempergunakan tangan dan kakinya untuk berbuat amal kebajikan, dan mempuasakan hatinya dari hal-hal yang melalaikannya. Konsistensi pelaksanaan ibadah puasa seperti ini diyakini akan melatih kemampuan manusia untuk mengendalikan dirinya dan memiliki jiwa-jiwa yang terkendali.